“KARELIUS IRGHI BRAMANTYO! ...” Ada getar menjalar ke seluruh tubuhku ketika nama itu disebutkan. Dan dengan langkah sedikit tertahan akibat tubuh ini diliputi oleh keharuan mendalam, aku menjalani sebuah prosesi sebagai kulminasi akan apa yang telah diri ini pergulatkan beberapa tahun belakangan. Titik puncak sekaligus titik awal dari proses penempaan di sebagian perjalanan hidupku untuk mencoba menelusuri suatu RENCANA AGUNG. Proses penempaan untuk mendalami akan misteri panggilan SANG AGUNG.
“Selamat, Karel!” Seseorang yang sangat aku kenal menyalami dan memeluk diriku erat-erat. Ada rasa terhenyak ketika sang karib menyebut ‘Karel’. Ada kehangatan di sana. Ada kedekatan emosional yang meletup-letup bersemayam di dalam ucapannya barusan, berbeda sekali dengan sebutan-sebutan yang biasa ia lontarkan. Sebutan-sebutan seperti ‘Brur!, Coy!, atau Boy!’ yang selalu fasih ia ucapkan untuk memanggilku.
“Gila ...! Mustahil ...! Elo bisa lolos juga, Coy! Hahaha ...!” Aha! Itu dia! Keluar juga Albert yang sebenarnya. Albert yang lekat dengan tawa yang meledak-ledak.
“Tararengkyu ...! Wooii ... bisa kalem dikit gak! Malu nih diliatin orang banyak! Disangka hombreng lagi kita ini!”
“Anjir ...! Dikasih ucapan selamat plus pelukan mesra ... eh malah belagu! Gue cium sekalian nih!” Dengan ekspresif Albert menyergap diriku.
“Ehh ... Berani? Coba aja kalo mau ada kaki nyasar di perut jelek lo itu!”
“Hahaha ... gitu aja ngambek!”
# # #
“Halo ... Bapak Albert Suryaatmadja! What’s up, Bro? Apa kabar sang agen hukum?”
“Eeh ... Coy! Lagi dimana lo?”
“Somewhere ... mau tau aje lo ... hehehe! Lagi sibuk gak, Bro?”
“Alaaah ... udah deh gak usah basa-basi! Elo lagi kangen pengen ketemu kan ... hahaha! Tar malem deh gue ke rumah, gimana? Udah lama juga gak ketemu Bunda, oke Coy?!”
“Sip ... deh! See You later ye ...! Trims ...”
“Oke ...”
Aku menekan tombol bergambar gagang telepon berwarna merah di benda mungil yang kugenggam. Benda mungil sebagai media komunikasi jarak jauh, ciptaan manusia-manusia modern. Kemudian setelah terdiam beberapa saat, kutekan tombol-tombol abjad pada keyboard hitam di hadapanku. Dan terbentuklah rangkaian aksara di dalam layar monitor digital 15 inci berwarna krem yang sedari tadi menemaniku bereksplorasi di antara lautan data.
12032005
10.42 WIB
Bapa penuh rahmat,
Terima kasih!
Atas penyertaanMU jua ...
Aku bisa menjadi seperti sekarang ini!
Ketika setahap demi setahap ENGKAU
Gariskan jalinan tapak-tapak kehidupan
Bagi hambaMU ini
Bapa,
Tetaplah tuntun dan pimpin langkah-langkah
anakMU ini
Menuju ladang
PanggilanMU sebagai apa yang disebut ‘penggembala umat’
dan biarlah aku dapat berseru,
Hati Yesus Yang Maha Kudus
Aku mengarahkan diriku pada hatiMU Yang Maha Kudus
Kuasailah seluruh kepribadianku;
Ubahlah aku menjadi seperti ENGKAU
Jadikan tanganku tanganMU
Kakiku kakiMU
Hatiku hatiMU
Ijinkanlah aku melihat dengan mataMU
mendengar dengan telingaMU,
berkata-kata dengan bibirMU
mengasihi dengan hatiMU,
memahami dengan pikiranMU
melayani dengan kehendakMU,
dan mengabdikan seluruh kepribadianku
Jadikan aku serupa dengan ENGKAU
Hati Yesus Yang Maha Kudus
Utuslah Roh KudusMU untuk mengajar aku agar mengasihiMU
Dan hidup melalui ENGKAU, dalam ENGKAU, dan untuk ENGKAU
Datanglah Roh Kudus, jadikan tubuhku baitMU
Datanglah, dan tinggallah dalam aku selamanya
Beri aku kasih terdalam kepada Hati Yesus Yang Maha Kudus
Untuk dapat melayani DIA dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatanku
Kuasai seluruh kemampuan, tubuh, dan jiwaku
Aturlah seluruh hasrat, perasaan, dan emosi
Kuasai kepandaian, pengertian, dan kehendakku; ingatan dan khayalku
O Roh Kasih Yang Kudus,
Beri aku rahmatMU yang ampuh itu dengan berlimpah
Berilah aku seluruh kebajikan; perkaya imanku, kuatkan harapanku,
Tingkatkan keyakinanku, dan kobarkan kasihku
Berilah aku ketujuh karunia, buah dan kebahagiaanMU sepenuhnya
Trinitas Yang Maha Kudus,
Jadikanlah jiwaku baitMU yang kudus.
Amin.
Karl J. Alter Uskup dari Cincinnati
26 Nisan 5722 - 7 April 1961
“Hmmmhhhh ... eh kenapa nih? Kok tiba-tiba gue jadi ngerasa kedinginan begini?!” Aku segera menghentikan aktivitas di depan komputer. Ada rasa nyeri mejalar di sekujur tubuhku. Nyeri yang menyertai demam menyengat.
“Iiihhh! Keringet dingin begini! ... Ah, kalo gitu mending gue pulang aja deh!” Aku mengambil bandana yang biasa kujadikan sapu tangan dari saku belakang celana panjang yang kukenakan, menyeka keringat dingin yang keluar semakin banyak di sekujur tubuhku. Untuk kemudian menonaktifkan koneksi internet di komputer, dan segera melangkah menuju kasir Warnet langganannya dalam menjelajah dunia data tanpa batas hasil kreasi dari apa yang dinamakan teknologi. Baru saja kakiku akan melangkah menuju pintu, Hand Phone di dalam tas pengganggku berbunyi. Ada sambungan masuk rupanya.
“Iye ... Bon! Kenapa?” Aku menjawab panggilan dari Hand Phone milikku.
“Tar malem jadi kan Karel? Cuma mau pastiin aja! Gimana Albert, juga bisa dateng kan?” Suara di seberang sana tersirat nada kecemasan bertengger.
“Jadi ... jadi! En si Albert juga bisa dateng kok! Kalem Bro! Kayaknya panik gitu sih, ada apa sih ... Bro?” Aku menangkap ada permasalahan berat sedang menghadang sobat lama yang sekarang menetap di Semarang.
“Entar aje ye, gue ceritain! Oke sampe nanti malam! Trims ...!”
Aku menggeleng-gelengkan kepala, sebuah misteri yang mengherankan. Tidak seperti biasanya Bono, sobat kentalku selain si gila Albert berlaku demikian. Walaupun kami dalam beberapa tahun belakangan jarang bertemu karena Bono memutuskan untuk berwiraswasta dan menetap di Ibukota propinsi Jawa Tengah itu, aku tahu persis seperti apa Bono. Dan aku merasa ada sesuatu yang berat sedang menimpa sang sobat.
# # #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar