LOGO

LOGO
LOGO PARKIR

Minggu, 14 Desember 2008

CATATAN KETIGA

SANDYA KALA


“Bro ... gue ... gue gak tau harus ngomong apa ...?” Albert menghisap dalam-dalam sigaret yang ada di jemari tangan kanannya. Sigaret yang entah sudah batang ke berapa ia hisap sambil mendengarkan ceritaku. Cerita akan penyakit yang aku derita. Cerita kalau aku dinyatakan mengidap HIV-positif.
“Albert ... elo masih inget ketakutan akan intuisi gue tempo hari ...?”
“Yap ... gue inget banget ... dan sekarang apa yang elo takutin terjawab!”
“Begitulah ... dan sekarang gue belum tau langkah apa yang mau gue ambil ... gue ...” Aku sudah tidak dapat menahan kepedihan dan kesesakan yang ada di dadaku. Namun, anehnya seakan air mata ini telah mengering. Tak setetes pun cairan-cairan bening keluar dari sepasang netraku.
Sementara Albert tampak tak berniat mengeluarkan kata-kata dari bibirnya. Walau aku bisa menangkap rasa sedih begitu dalam dari kediaman dan sorot matanya.
“Karel ... siapa lagi yang sudah tau ini semua selain gue? Bunda sama Si Riska udah elo kabarin?” Suara perlahan Albert terlontar. Nada suara yang tak pernah aku dengar sebelumnya. Nada suara dengan kesedihan menyengat yang menyertainya.
“Mereka berdua so pasti udah gue kasih tau ... dan elo orang pertama di luar keluarga gue plus dokter Herman yang gue ceritain ...”
“Jujur Bro ... masih belum masuk akal gue ... kenapa penyakit itu bisa kena ke elo ... elo kan belum pernah ... sori! Elo belum pernah begituan kan? Lantas kenapa bisa kena?”
“Bener ...! Gue emang belum pernah making love. Gue kena lewat transfusi darah!”
“Masih inget waktu motor gue kelibas mobil jaman gue ikut Praktek Jemaat dulu? En tangan gue yang nyaris diamputasi kalo gak segera dioperasi plus ditransfusi darah ...”
“Oke ... oke ... gak usah diterusin! Yang jelas gue gak sanggup ngedengerin cerita sedih kayak begini!” Albert mengambil sigaret dan menyalakan pemantik api dengan tangan gemetar. Aku juga tidak dapat berbicara lebih jauh. Hatiku bergemuruh hebat setiap kali menceritakan penyakit yang aku derita kepada orang lain. Kemudian, kuputuskan untuk memberikan catatan-catatan harian yang aku tulis agar Albert dapat lebih jelas mengetahui apa yang terjadi.
“Bro ... lebih baik elo baca aja ini!”
“Tapi elo udah yakin kalo positif kena ... siapa tahu hasil tesnya salah ...” Albert masih dihinggapi rasa tak percaya bahwa aku, sobat kentalnya itu, terkena penyakit yang memalukan dan mengerikan. Sampai-sampai pertanyaan tak logis itu keluar dari mulutnya. Albert tahu persis kalau aku sebisa mungkin tak akan bercerita sesuatu yang belum pasti.
“Bro ... tes itu udah dilakuin sebanyak empat kali ... dan hasilnya tetap sama ... gue positif! Lagipula elo pasti tau kalo gue akan cerita sesuatu kalo itu emang udah pasti ...!”

# # #

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, yaitu sistem pertahanan tubuh yang melindungi dari infeksi. HIV hanya menular pada manusia
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui atau tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip dengan gejala flu selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda-tanda spesifik sebagai deteksi telah terinfeksi HIV, hanya biasanya paisen terinfeksi HIV mengalami gejala seperti berat badan menurun secara drastis, cepat dan sering merasa lelah, sering demam disertai keringat tanpa sebab yang jelas, terjadi pembesaran kelenjar di sekitar leher, ketiak, atau lipatan paha tanpa sebab yang jelas.


Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sampai bertahun-tahun tanpa ada tanda fisik atau gejala infeksi. Orang yang terinfeksi virus tersebut tetapi tanpa gejala disebut orang dengan ‘HIV-positif tanpa gejala’. Sedangkan apabila gejala mulai muncul, orang tersebut disebut mempunyai ‘HIV-positif bergejala’ atau ‘penyakit HIV lanjutan’. Di mana pada tahap ini seseorang kemungkinan besar akan mengembangkan infeksi oportunistik.
Sementara AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah definisi klinis yang diberikan pada orang yang terinfeksi HIV dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah. Keadaan ini akan membuat orang mudah diserang beberapa jenis penyakit (sindrom) yang sebenarnya tidak begitu mempengaruhi orang yang sistem kekebalan tubhnya sehat. Penyakit-penyakit tersebut disebut sebagai infeksi oportunistik. Dalam hal ini, definisi orang dikatakan terkena AIDS adalah jika setelah melalui hasil tes di laboratorium ditemukan bahwa jumlah sel CD4 berada di bawah 200. Tes tersebut merupakan tes yang menghitung jumlah sel CD4 –yaitu sel darah penyerang infeksi yang diserang dan dibunuh oleh HIV.

“Huuuhhh ... Anjir! Begini jadinya kalo gak terbiasa sama komputer! Baru baca sebentar ... mata udah perih! Ah ... mendingan langsung ngeprint aja deh ...” Albert kemudian menyimpan informasi yang sedang dibacanya dan menyalakan mesin pencetak di sebelah laptop.
“Heran ... si Karel itu kok bisa ya betah berlama-lama di depan layar monitor! Apa kagak pedes itu mata ...” Sambil menunggu hasil print out dari informasi-informasi yang diinginkannya, Albert terus menggumam di dalam hati. Semenjak mendengar ‘badai’ yang menimpa diriku, sahabat karibnya, Albert jadi rajin mengunjungi situs-situs mengenai HIV/AIDS. Dirinya ingin tahu lebih jelas mengenai penyakit itu dan beranggapan bahwa jika kita mengenal secara jelas terhadap sesuatu, maka kita akan dapat menghadapinya. Termasuk jika sesuatu itu adalah masalah atau penyakit.

Bagaimana HIV/AIDS dapat Menular :
• HIV terdapat di dalam darah seseorang yang terinfeksi HIV (termasuk darah haid), air susu ibu, air mani, dan cairan vagina.
• Melalui hubungan seksual (anal, oral, atau vaginal) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
• HIV dapat menular melalui transfusi darah yang mengandung HIV, melalui alat suntik, atau alat tindakan medis lain yang tercemar.
• HIV dapat disalurkan ke bayi saat kehamilan, kelahiran, dan menyusui. Bila tidak ada intervensi, kurang lebih sepertiga bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu dengan HIV-positif akan tertular.
Anggapan yang Salah tentang Penularan HIV/AIDS
1. Berjabatan tangan dengan penderita AIDS.
2. Bersentuhan dengan pakaian atau barang bekas penderita AIDS.
3. Penderita AIDS bersin atau batuk di dekat kita.
4. Makan dan minum bersama penderita AIDS.
5. Berenang di kolam renang bersama penderita AIDS.
6. Pemakaian kamar mandi, WC, dan wastafel bersama dengan penderita AIDS; penularan disebabkan oleh gigitan nyamuk atau serangga lain
“Bro ... ! Apapun yang terjadi sama elo ... termasuk juga kenyataan kalo elo sekarang jadi penderita AIDS! ... elo tetep best friend!“ Albert menghembuskan kuat-kuat asap pekat dari dalam mulutnya. Asap yang berasal dari sigaret kesukaannya.
“AIDS ... bangsat! Dan bangsat macem elo gak akan pernah sanggup misahin persahabatan gue sama Karel ...!”

# # #

Kurasakan tubuhku makin terangkat ke atas. Ya, layaknya tersedot secara perlahan, tubuhku beranjak ke atas meninggalkan kamarku. Ada rasa ringan yang aku rasakan, sampai-sampai aku memejamkan mata untuk dapat semakin menikmati sensasi yang ada. Dan ketika kubuka mata ini, aku tidak tahu di mana kini diriku berada. Yang kulihat disekelilingku hanyalah gumpalan asap-asap tipis dan terkadang kilatan-kilatan cahaya bersliweran laksana lampu-lampu kilat.
“Dimanakah aku? Apakah aku sudah mati ... dan inikah yang dinamakan surga?” Aku menarik-narik kulit lenganku. Sesaat kemudian aku sudah melupakan rasa heran yang ada, dan beralih menjadi dihinggapi rasa kegirangan. “Ah ... apa peduliku! Kalau memang aku sudah mati ... ya alangkah leganya! Aku bisa meninggalkan kepahitan hidup yang aku alami ... selamat tinggal dunia! Good bye AIDS! Adios kesedihan ...!”
Aku begitu tenggelam dengan ‘dunia’ baruku ini. Kureguk senikmat-nikmatnya sensasi yang aku alami. Apalagi ketika kusadari bahwa tubuhku melayang tak berpijak pada bumi. Aku segera melakukan manuver-manuver layaknya tim akrobatik udara yang pernah aku saksikan di layar kaca. Aku lepaskan semua beban yang selama ini tinggal di dalam hatiku. Aku lepaskan semua sampai tak tersisa. Dan ...
“Aduuuh ... kepalaku sakit sekali! Seperti ada jarum ribuan jumlahnya yang menancap di kepalaku ini! ... Kok jadi begini sih! Bukankah aku tadi sedang bersenang-senang!’ Aku beranikan diri untuk membuka mata dan akhirnya aku sadari bahwa aku masih tergolek di lantai kamarku. Aku ternyata tidak kemana-mana. Aku yang bisa melayang hanyalah halusinasi. “Ahhhh ... apa mungkin kurang ya minumnya ...?! Oke ... oke ... tambah lagi!” Tanganku meraba-raba mencari barang yang aku cari ... aha! Akhirnya ketemu juga! Dan tak lama kemudian aku sudah meneggak cairan berwarna cokelat seperti air teh itu ke dalam mulutku. Cairan yang berasal dari dalam botol berbentuk unik sebetulnya. Cairan yang biasa diistilahkan dengan ‘air api’ karena kita akan merasakan panas menjalar ke seluruh badan saat kita meminumnya.
“Anjir ... ! Karel apa yang lo lakuin? ...” Albert yang masuk ke dalam kamar Karel tanpa mengetuk terlebih dahulu, karena memang sudah biasa dia lakukan, kaget bukan kepalang melihat apa yang tengah aku kerjakan. Dia segera mengambil botol ‘air api’ yang kupegang dan dilemparkannya ke pojok kamar.
“Hahaha ... halo Bro! Kok malah dibuang sih ... Ayo kita sama-sama nikmati ... kita ke surga bareng-bareng ...” Aku mencoba bangkit untuk mengambil kembali botol yang sudah dibuang Albert. Susah payah aku mencoba untuk bisa berdiri tegak.
“Begini cara lo ngatasin masalah Karel ... begini?” Albert segera mencengkeram leherku dan begitu melihat aku justru malah tertawa-tawa dia menghempaskan tubuhku ke tempat tidur.
Tak lama kemudian, Riska yang mendengar suara gaduh masuk ke dalam kamar dan alangkah tersentak dirinya mendapati kakak tersayang seperti orang hilang ingatan. Riska menyaksikan apa yang belum pernah sekalipun ia lihat terjadi pada diriku. “Kang Albert ... Ada apa dengan Kak Karel .. ?” Nada kalimat Riska barusan diliputi oleh kecemasan yang sangat.
“Sudah ... biarkan saja dulu Ris ... kakakmu itu mabok berat! Hampir sebotol penuh minuman laknat itu dia tenggak ... tuh liat sendiri sisanya ...” Suara Albert tertahan menunjukkan pada Riska botol yang tadi ia lempar. Ada emosi meluap-luap yang coba ia tahan. Emosi sekaligus bercampur dengan keprihatinan mendalam. Sementara, diriku masih saja berceloteh tanpa arah dan tujuan yang jelas. Yang ada dalam pikiranku adalah mencoba mencapai ‘surga’ yang tadi sempat aku rasakan, namun tak pernah bisa aku lakukan.
“Ris ... lebih baik biarkan dulu kakakmu ngoceh semaunya ... nanti kalau sudah capek juga akan tidur sendiri! Gue nginep di sini malam ini ... biar gue tungguin Karel sampe dia tidur ... kamu tidur aja lagi en don’t worry ... I’ll take care your brother!” Albert tersenyum getir pada Riska. Ingin rasanya ia ledakkan semua luapan emosi ini. Namun, ia sadar sekarang ini dibutuhkan ketenangan agar suasana tidak bertambah runyam.
“Baik Kang ... Riska percaya sama Akang ... kalo ada apa-apa, panggil Riska ya Kang!”
“Sip deh ...” Albert mengedipkan matanya sambil tersenyum. Senyum yang dibuat-buat sebenarnya, untuk menenangkan Riska.
“Riska ... tinggal dulu ya ...”

# # #

011205 12.11
Dari : Riska
Kang! Kndisi Kak Krel tmbah kacau! Kashan Bnda! Bs g Akang smpetin
mmpir k rmh ... thx bfor

Albert geleng-geleng kepala setelah membaca SMS yang baru saja masuk. “Karel ... Karel! Elo kok jadi kayak gini sih!” Albert segera menekan tombol-tombol mungil untuk mengirim balasan ke Riska.

011205 12.17
Untuk : Riska
Ris..Akng tar mlm k rmh! Smntra ini jgn biarin c Krel kmana2 oke..
Salam bwt Bunda y..en yg tbah ngadepinnya GBU!
Send .........

Albert tersenyum-senyum sendiri ketika membaca ulang pesan yang dia kirim ke Riska. “Kok bisa ya gue jadi begitu kalem en sabar ...? Gak meledak-ledak kayak biasanya ... oh God! Emang Kau Maha Bijaksana! Karena emang bukan emosi meluap-luap yang dibutuhkan saat ini buat ngadepin Karel! ...” Tak lama kemudian Hand Phone-nya berbunyi.

011205 12.29
Dari : Riska
Thx y Kang! Ak tnggu nnti mlm
GBU too ..!

# # #

Tidak ada komentar: